Aspek Pajak Pertambahan Nilai atas Simbiosis Mutualisme Bisnis Online dengan Jasa Pengiriman Paket

  • Muhammad Taufiq Budiarto Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak
  • Taufik Kurahman Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak
Keywords: Pajak Pertambahan Nilai, belanja online, e-commerce, jasa pengiriman paket

Abstract

Maraknya situs belanja online dan tingginya transaksi yang terjadi di sana, membuat peluang bisnis pengiriman barang menjadi jauh lebih cerah selama beberapa tahun terakhir ini. Penjual dan pembeli hanya bertemu secara online, sehingga mereka membutuhkan perusahaan jasa pengiriman untuk menyampaikan berbagai pesanan yang terjadi di dalam transaksi jual beli online yang mereka lakukan. Perkembangan bisnis online ini ternyata diikuti dengan menjamurnya bisnis jasa pengiriman paket barang. Sejak akhir tahun 2013, Pemerintah sudah mempunyai aturan Surat Edaran Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 tentang penegasan ketentuan perpajakan atas industri e-Commerce. Pemerintah sudah menyadari bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan transformasi model dan strategi bisnis yang baru sehingga perlu ditegaskan aspek perpajakannya. Untuk membuat tulisan ini, Penulis melakukan pemesanan barang secara online dan penulis juga melakukan pengiriman barang melalui jasa JNE atau Pos, sehingga dapat melihat secara langsung praktek dan aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dilakukan. Realitas di lapangan menunjukan bahwa PKP e-commerce kebanyakan masih menerbitkan Faktur Pajak jenis Faktur Pajak Pedagang Eceran. Jenis-jenis bukti tanda terima jasa pengiriman paket setiap perusahaan tidak sama karena belum ada standar baku atau aturan yang mengatur. Untuk PT JNE dan PT TIKI nilai jasa atau biaya termasuk PPN, tidak dicantumkan secara rinci berapa PPN yang dikenakan dalam pemakaian jasa. Untuk itu diharapkan adanya ketentuan yang lebih detail sehingga potensi PPN atau simbiosis mutualisme Bisnis online dengan pengiriman jasa paket tersebut lebih maksimal. Oleh karena itu, pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, harus sigap dalam menangkap potensi ini.

Published
2019-07-09